Selasa, 06 Desember 2011

EMOTIONAL QUOTIENT (EQ)


Kita mungkin lebih sering mendengar mengenai IQ, padahal bukan hanya IQ saja yang harus di perhatikan atau dicari tau berapa tingkatan IQ kita. Yang harus kita tau juga adalah EQ dan SQ kita. Tapi kali ini kami akan membahas mengenai EQ secara singkat.
Definisi EQ menurut umum dan beberapa ahli :
EQ adalah Emotional Quotient yang mana merupakan kemampuan untuk menata perasaan, diri, serta motivasi dalam belajar dan bekerja agar sukses dan berprestasi.

Menurut Peter Solovely dan John Mayer, EQ merupakan kemampuan mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.

Menurut Steven J. Stein and Howard E. Book. EQ merupakan kemampuan membaca lingkugan social dan politik atau kemampuan memahami dengan spontan apa yang di inginkan oleh orang lain dan tidak terpengaruh oleh orang lain, kemudian kehadirannya sangat di dambakan.

Menurut Daniel Goleman. EQ merupakan kemampuan untuk memahami dirinya dan orang lain.
Di atas telah di jabarkan bagaimana pengertian EQ menurut beberapa ahli terkemuka. Mungkin pembaca bisa mengerti mengapa seseorang tidak hanya harus mempunyai IQ yang tinggi, melainkan EQ yang tinggi juga. Apalagi bila di iringi dengan SQ yang tinggi. Maka pembaca akan menjadi orang yang hampir sempurna di mata manusia dan mata Tuhan. Kalian bisa tau mulai sekarang atau mungkin menebak apakah anda termasuk seseorang yang ber-EQ rendah atau ber-EQ tinggi. Kami harap semua warga SMANSAKA mempunyai IQ, EQ, dan SQ yang tinggi. Amin.
Baiklah untuk mempermudah kalian menentukan, apakah kalian mempunya EQ tinggi atau sebaliknya, silahkan baca dan resapi bacaan di bawah ini.
Ciri-ciri orang yang mempunyai EQ tinggi :
1.Tutur katanya sopan.
2.Menghargai dan menghormati pendapat orang lain.
3.Empati yang tinggi.
4.Menjalin hubungan dengan orang lain secara harmonis.
5.Tegas dan tidak sombong.
6.Mampu mengahadapi berbagai persoalan.
7.Kehadirannya sangat di dambakan.
Ciri-ciri orang yang mempunyai EQ rendah :
1.Cerewet.
2.Sering merendahkan, mempermalukan orang lain.
3.Berbicara kasar.
4.Tegas tapi sombong.
5.Tidak punya jiwa kemandirian.
6.Suka mengejek.
Mungkin bisa sedikit kami perjelas, tentu saja benar bahwa seseorang sangat menyukai kepribadian orang yang ber-EQ tinggi bila kita lihat ciri-cirinya. Seseorang yang selalu bicara sopan akan membuat seorang tersebut banyak teman dan banyak yang menyukainya. Bayangkan saja, kalian punya teman yang selalu kasar dan tak pernah mengerti perasaan kita? Tentu saja kita akan menjauh darinya.
Contoh lain, apakah pernah salah seorang teman kalian tidak masuk dan kalian merasa ada yang kurang atau kalian merasa tanpa ia kelas menjadi sepi? Yup! itu tandanya orang tersebut mempunyai EQ yang tinggi karena semua orang suka padanya.
Sekarang, apakah kalian pernah mengejek teman kalian secara terus-menerus? Atau kalian pernah meminta di temani ke manapun kalian pergi? Yaaah... sayang sekali. Jika ia berarti anda termasuk orang yang ber-EQ rendah. Ups.. maaf ya hahaha sebaiknya anda segera memperbaiki diri deh, biar anda tidak kekurangan teman.
Well, apakah kalian seorang yang ber-EQ rendah? Atau tinggi? Jujur, saya sendiri belum merasa mempunyai EQ yang tinggi, karena beberapa sifat orang ber-EQ rendah saya miliki. Tapi dengan kita mengetahuinya, kita harus bisa berubah dan memperbaiki sifat kita. Seseorang yang mempunya EQ rendah bisa saja secara tiba-tiba menjadi tinggi dan seseorang yang mempunyai EQ tinggi bisa dengan mudah menjadi rendah.
Jadi mulai sekarang berusahalah selalu menjadi orang yang disenangi orang lain, berjiwa besar dan peduli sesama. Jangan mempunyai sifat apatis dan sifat merendahkan orang lain. Karena sebenarnya setiap manusia itu sama. Kita di beri Tuhan potensi-potensi yang dapat kita kembangkan.
Baiklah, selamat menjadi seseorang yang lebih baik lagi.


Kamis, 20 Oktober 2011

Komunikasi Bisnis Bantu Promosi Investasi

Laporan Wartawan Bangka Pos, Sasmita

BANGKAPOS.COM, BANGKA -- 
Kemampuan komunikasi bisnis yang baik dirasa perlu dimiliki bagi aparatur daerah yang berkecimpung dalam kegiatannya untuk menarik investasi ke Bangka.

"Hal itu penting dikuasai SDM daerah ini karena bagaimana kita mau memberikan janji- janji dengan baik kepada investor kalau tidak bisa melakukan komunikasi bisnis dengan baik," ujar Suryani, dosen komunikasi Stisipol Pahlawan 12 kepada bangkapos.com, Jumat (17/06/2011).

Ia mengatakan, hal itu tentunya akan sangat mendukung bagi orang- orang yang mempromosikannya dengan baik.

"Apalagi pada saat calon investor datang karena sudah mempromosikannya ke mana- mana, namun saat orang tidak bisa membuktikannya, maka promosi itu akanlah sia-sia," terang Suryani.

Terlebih, kata dia, orang yang melakukan promosi tidak mendukungnya dengan memberikan jaminan hukum, tidak bisa memperlihatkan keunggulan daerah, kenyamanan berinvestasi, dan sebagainya.

"Jadi, hendaknya kita tidak hanya sekedar bicara namun mesti disinkronkan antara bicara dengan buktinya agar calon investor bisa tertarik berinvestasi di daerah," ujar Suryani.



Sumber : http://bangka.tribunnews.com/2011/06/17/komunikasi-bisnis-bantu-promosi-investasi

Pentingnya Komunikasi Bisnis dalam Kompetisi Bisnis

Laporan Wartawan Bangka Pos, Rusaidah

BANGKAPOS.COM, BANGKA --
 Dalam orasi ilmiah yang disampaikan dalam  Wisuda Sarjana Ekonomi dan Ahli Madya STIE IBEK Bangka Belitung, Agus Ismunarno selaku Publisher/Editor in Chief menyampaikan tentang pentingnya komunikasi bisnis sebagai upaya memenangkan kompetisi bisnis di era multimedia.

"Komunikasi bisnis memegang peranan penting untuk mencapai sukses. Komunikasi berfungsi untuk menciptakan nilai tambah dan pencitraan positif bagi perusahaan," kata Agus.

Dilanjutkannya, paradigma komunikasi dan komunikasi bisnis telah banyak dirumuskan oleh para pakar ekonomi dalam berbagai buku dan jurnal-jurnal ilmu ekonomi. 

"Para sarjana ekonomi angkatan VIII sebentar lagi memasuki dunia kerja. Institusi apapun yang dimasuki dua komunikasi yaitu komunikasi bisnis internal maupun komunikasi bisnis eksternal pasti harus dijalani. 
Komunikasi bisnis internal yang baik akan mendorong proses produksi dengan kualifikasi produk yang prima, sementara komunikasi bisnis eksternal akan mempermudah pencitraan brand atau merek produk yang dihasilkan sehingga diterima oleh masyarakat," tambahnya.



Sumber : http://bangka.tribunnews.com/2011/09/12/pentingnya-komunikasi-bisnis-dalam-kompetisi-bisnis

Rabu, 19 Oktober 2011

Pengenalan EQ


Kesedaran pentingnya kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) bermula sejak tahun dua puluhan lagi. Pengkajian demi pengkajian dilakukan dalam bidang ini sehinggalah beberapa orang pengkaji menonjolkan dapatan kajian mereka yang dirasakan penting untuk diaplikasikan dalam kehidupan dan pembangunan manusia masa kini. Mayer, Caruso dan Salovey (1999) menyatakan bahawa kecemerlangan individu bergantung pada EQnya, dengan kata lain seseorang yang memiliki kecerdasan intelek atau intelligence quotient (IQ) menjadi lebih cemerlang apabila dia juga memiliki EQ kerana IQ sahaja tidak dapat menjamin kecemerlangan seseorang individu itu.
Berdasarkan kajian lalu, IQ semata-mata tidak dapat menjanjikan kejayaan secara mutlak. EQ dapat meninggalkan kesan yang mendalam kepada seluruh aspek dalam kehidupan seseorang individu termasuk aspek kesihatan dan sosial berbanding IQ. EQ juga dipercayai mempunyai  pengaruh yang besar ke atas minda manusia. Pada setiap saraf terdapat beberapa komponen penting sebahagiannya bersifat “kasar” dan sebahagiannya bersifat “halus”. EQ  adalah fenomena “halus” yang bersifat psikologikal, emosional dan kerohanian.
EQ banyak dipelajari sepanjang hidup dan kompetensi dalamnya juga boleh berkembang. Ianya boleh dipelajari dalam persekitaran dan perhubungan.   Goleman (1995) menyatakan EQ merupakan prasyarat untuk IQ Hal ini kerana kedua-dua fungsi EQ dan IQ terletak pada kedua-dua hemisfera otak kanan dan kiri. Kedua-dua fungsi hemisfera ini saling bekerjasama antara satu sama lain bagi memperoleh hasil pemikiran dan emosi berkesan. EQ adalah meliputi aspek penyesuaian diri dan perhubungannya dengan orang lain, semangat dan kemampuan seseorang untuk memotivasikan diri sendiri, keupayaan menghadapi kegagalan, pengendalian emosi secara rasional dan kemampuan untuk menyelesaikan konflik serta kebolehan dalam memimpin (Goleman, 1995).
A. J. Michael (2006) menyatakan fenomena salah laku dikaitkan dengan kompetensi EQ yang kurang baik. Masyarakat kini menghadapi krisis peningkatan IQ, sedangkan EQ semakin menurun. IQ meningkat kerana masyarakat kini menumpukan kepada pendidikan tinggi, nutrisi yang baik, kemudahan  untuk mengakses pengetahuan dan saiz keluarga yang kecil sehingga anak-anak mendapat perhatian yang lebih daripada ibubapa dan penjaga. Gejala yang menunjukkan kemerosotan EQ ialah seperti keganasan, jenayah, penyalahgunaan dadah, kemurungan dalam kalangan kanak-kanak dan remaja, pembuangan bayi, pembulian di sekolah, keciciran di sekolah, penyakit pemakanan dan sebagainya. Oleh itu, perkembangan EQ perlu seiiring dengan perkembangan IQ.
EQ memerlukan beberapa kebolehan, kemahiran atau kompetensi (abilities, skills dan competencies) dalam dua aspek iaitu personal dan sosial. Kedua-dua aspek ini dipanggil komponen kerangka kompeten EQ (emotional intelligence competence framework). Goleman (1999) menyatakan bahawa EQ terbahagi kepada dua bahagian iaitu kebijaksanaan peribadi (intrapersonal intelligence) dan kebijaksanaan sosial (interpersonal intelligence). Kebijaksanaan peribadi ini akan menentukan bagaimana kita mengatur diri sendiri merangkumi aspek kesedaran kendiri (self-awareness), pengaturan diri (self-regulation) dan motivasi (motivation). Menurut beliau lagi, kebijaksanaan sangat berperanan dalam perhubungan dengan orang lain merangkumi aspek empati (emphaty) dan keterampilan sosial (social skill). Kompetensi-kompetensi ini harus dibangunkan supaya keadaan emosi menjadi mantap dan perhubungan dengan orang lain lebih bermakna dan berhasil.
Sebelum EQ diperkembangkan dengan lebih luas, negara kita telah mementingkan perkembangan emosi pelajar. Ini merujuk kepada Falsafah Pendidikan Kebangsaan (FPK) bahawa wujud unsur EQ iaitu:

“Pendidikan di Malaysia adalah satu usaha yang berterusan ke arah memperkembangkan potensi individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk mewujudkan individu yang harmoni dan seimbang dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan. Usaha ini adalah untuk melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan mencapai kesejahteraan diri serta memberi sumbangan terhadap keharmonian dan kemakmuran masyarakat dan negara.”
                                    (Kementerian Pendidikan Malaysia, 1990)

            Dalam FPK, tumpuan adalah kepada unsur intelek, jasmani, emosi dan rohani. Tumpuan ini sebenarnya merangkumi EQ dan IQ. Penerapan kompetensi ini dalam sistem pendidikan negara bermula di peringkat awal iaitu pendidikan kanak-kanak, pendidikan orang dewasa sehingga Institusi Pengajian Tinggi (IPT). Aspek EQ bukan sahaja ditekankan dalam pembentukan dan pelaksanaan kurikulum bahkan di dalam pembangunan profesionalisme pendidik.  A. J. Michael (2006) menyatakan pengkajian telah menunjukkan bahawa di antara kekuatan-kekuatan yang perlu ada pada seorang guru ialah kebolehan untuk mengurus dan menangani emosi negatif. Seorang guru yang ceria, penyayang dan riang akan menghasilkan pelajar yang ceria, penyayang, riang dan sebaliknya. Tahap EQ guru akan menentukan tahap pencapaian EQ dalam kalangan pelajar melalui pengwujudan suasana bilik darjah yang menyokong perkembangan emosi secara sihat.
            Unit Bimbingan dan Kaunseling (UBK) merupakan institusi yang penting dalam memperkembangkan dan meningkatkan EQ pelajar pada masa akan datang. George dan Cristiani dalam Mizan Adilah dan Halimatun (2002) menyatakan bahawa kaunseling bertujuan membantu klien memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap ruang kehidupan dan belajar mencapai matlamat yang mereka tentukan sendiri melalui pemilihan-pemilihan yang bermakna dan melalui penyelesaian masalah yang berbentuk emosional atau antara individu. Ini bermakna, pendekatan kaunseling terbukti mampu untuk membawa perubahan kepada seorang klien dari segi perasaan, pemikiran dan tingkah laku.
            Muhd Mansur dan S. Nordinar (2003), terdapat enam matlamat kaunseling secara umumnya. Kesemua matlamat ini dapat dilihat dalam teori dan model kaunseling. Matlamat tersebut ialah menyediakan perubahan tingkah laku, membantu membuat keputusan, membentuk kemahiran daya tindak, mempercepat seorang menjadi rasional, memperbaiki hubungan dan memahami serta boleh mengelolakan kecemasan. Kesemua matlamat ini juga boleh dicapai dengan menggunakan pendekatan pencegahan yang berorientasikan program latihan. Sapora Sipon (2002), pendekatan pencegahan berdasarkan persepsi bahawa sesuatu masalah itu mungkin timbul dan sebelum ia sampai ke tahap krisis usaha dijalankan untuk menghalangnya seperti mengadakan kempen, ceramah atau kem jaya diri. Konsep utama dalam pendekatan ini ialah “mencegah lebih baik daripada mengubati”.  Doktor Amir Awang menyarankan tiga objektif besar dalam fungsi kaunselor yang dikenali sebagai 3M iaitu memulih, mencegah atau menyekat dan memupuk.
           Ivesent, Keys, Bemak dan Lockhart (1998) menyatakan bahawa sebelum 1950-an kaunseling fokus kepada bimbingan vokasional, pada tahun 1950-an beralih pula kepada pertumbuhan perseorangan. Kemudian kemajuan individu pada tahun 1960-an dan kini program dan bimbingan kaunseling dilaksanakan secara komprehensif bermula dari tahun 1970-an. Campbell dan Dahir (1997), program kaunseling sekolah yang komprehensif ialah pelaksanaannya dapat membangunkan, teratur secara sistematik, mempunyai matlamat yang jelas serta wujud unsur kebertanggungjawaban. Program kaunseling sekolah dapat melengkapkan bidang pendidikan. Fokus utama program ialah pencegahan dan bersifat proaktif. Pelajar mempelajari pelbagai kemahiran yang boleh dipraktikkan dalam kehidupan melalui penglibatan dalam pelbagai program.